Katanya, tidak semua orang baik dapat membuatmu merasa nyaman. Terkadang, ada saja satu dua hal yang tanpa sadar menjadi alasan bagimu ‘tuk menghindar. Sedikit demi sedikit mengambil jarak, sebelum akhirnya benar-benar melebar. Mungkin awalnya kau anggap bahwa menjauhmu adalah sebuah hal yang lumrah. Tetapi, suatu ketika dirimu pasti akan menyadari sebab atas ketidaknyamanan yang kamu rasakan saat berada di dekatnya…
Pemilih. Barangkali sebagian besar orang di sekitar ‘kan menilai demikian. Namun sebenarnya, terlalu pemilih bukanlah alasan mutlak untuk berdalih, meskipun memang tak ada salahnya memilah guna memilih siapa saja yang ingin dipertahankan sebagai ‘teman’. Karena sebaik apapun hubungan dengan seseorang, jika ternyata dari sifat dan sikapnya ada yang sulit ditoleransi, maka tak ada salahnya berupaya mengamankan hati untuk menyelamatkan diri dari potensi kerancauan emosi.
Sejatinya, ketidaknyamanan yang dirasakan bukan karena sebuah kesalahan yang dia lakukan. Jika pun salah, masih ada banyak peluang untuk dimaafkan. Namun, rasa tidak nyaman ini lebih disebabkan oleh sifat maupun sikap yang melekat padanya, hingga muncullah kepekaan pada diri untuk menyeleksi. Tapi, bukan sepenuhnya menghindari, hanya meminimalisir terjadinya interaksi, karena pergaulan dengan seseorang sedikit banyak dapat mempengaruhi perkembangan pribadi.
Berdasarkan pengalaman diri, ada beberapa yang menjentik keinginan untuk sedikit menjaraki, di antaranya adalah seseorang yang terlalu kebablasan mengolah data hingga mennyebabkan kesalahan interpretasi, yang banyak memberikan janji namun kuwalahan bertahan pada prinsipnya sendiri, dan yang menyebabkan kejengahan karena terlalu gencar menggali informasi. Sebenarnya masih banyak lagi. Tetapi, kategori itulah yang menempati posisi tiga besar sejauh ini. Toxic. Jahatkah menyebutnya demikian?
Pada dasarnya, mereka baik. Namun ketika salah satu sifatnya dirasa mulai berpengaruh pada stabilitas pikiran dan hati, tak ada salahnya sedikit menepi tanpa bermaksud menutup mata dari kebaikan yang dilakukannya selama ini. Bagaimanapun, teman adalah cerminan diri. Sebanyak apapun yang kita miliki, semakin lama akan semakin mengerucut karena terseleksi, hingga bertahanlah ia yang bisa mengerti dan memahami adanya porsi dalam berkomunikasi —yang tidak hanya fokus membicarakan dirinya sendiri, namun juga peduli bahwa dirimu memiliki privasi.
12 Maret 2020
Aku suka sekali tulisan ini, Mbak Latifa 🙂 Terima kasih sudah menulis ini 💕
Baru-baru ini aku baru saja mengalami kejengahan yang disebutkan pada tulisan ini. Kejengahan karena terlalu gencar menggali informasi.
Ternyata, masih banyak orang yang tidak paham makna privasi. Mereka rela bertanya sampai “sebegitunya” demi mendapatkan informasi yang diingini. Mereka tidak peduli apakah cara itu membuat nyaman atau tidak orang yang ditanyai.
*langsung tarik dan mengembuskan napas panjang 😂
SukaDisukai oleh 1 orang
Terima kasih, Mba Shinta 🙏😁
Sedih yaa. Ketika kita berusaha menjaga privasi orang lain, tetapi justru jadi sasaran. Terkadang keingintahuannya mengalahkan rasa hormat terhadap privasi orang.
Parahnya, kalau nggak dapet informasi dari sumber primer, dibela-belain menggali dari sumber lain. Terus jatuhnya salah persepsi… 😫
SukaDisukai oleh 1 orang
Sama2, Mbak Latifa ☺
Bener banget ini tanggapanmu mbak ☹ kadang tuh, sampe nggak bisa berkata-kata ya mbak kalo orang tersebut sebegitunya mendesak kita huhu
Semoga kita selalu diberi kelapangan hati supaya kuat menghadapi “orang-orang sulit” 😅
SukaDisukai oleh 1 orang
“Terdesak” yang seperti itu bener-bener nggak enak ya. Serba salah. Huhuu~
Aamiin. Semangat Mba Shin…
Kayaknya emang harus lebih tegas menghadapi “orang-orang sulit” itu 😂
SukaDisukai oleh 1 orang
Iya nggak enak. Dan aku lagi belajar untuk tetap istiqomah tutup mulut meski “didesak”, mbak wkwk 🤣
Semangat 💕 iya harus dooong. Yuk, Mbak Latifa juga belajar istiqomah tutup mulut, ya! (?)
SukaDisukai oleh 1 orang
Setujuu Mba Shinta…
Orang-orang perlu memahami, bahwa di balik keingintahuannya itu, ada privasi yang harus terlebih dahulu dihargai 😊😀
SukaDisukai oleh 1 orang
Apaqa teh latif ini (pernah) diabetes karna (pernah) kebanyakan mengkonsumsi janji-janji manis (di mulut tapi bikin gedek di hati)?
Pffttt
SukaDisukai oleh 1 orang
Apaqa bang aleldul ini termasuk salah satu dari tiga besar: si penggali informasi? 😅
Bukan “janji-janji manis” semacam itu sih. Cenderung kesepakatan yang ujung-ujungnya bubar jalan!
SukaSuka
etapi, sekarang saya selektif memili teman.
maksudnya, ada beberapa teman lama yang saya agak hindari. Karena, entah, bercandaannya yang sudah sejak awal kuliah hingga lulus tentang body shamming, untuk sekarang, berasa agak basi dan saya ngga bisa ikut ketawa karenanya.
Jadi.
Jaga jarak sebentar.
SukaDisukai oleh 2 orang
Sepertinya bukan agak basi lagi yaa, tapi memang udah expired 😁. Teman seperti itu akan cenderung auto terseleksi selain kita sendiri yang memang selektif terhadapnya. Sebenarnya kita nggak bermaksud menjauhi, tapi rasanya pengen cari aman aja, salah satunya dengan jaga jarak 😥
SukaDisukai oleh 1 orang
Jiwa-jiwa itu akan berkumpul sesuai dengan modelnya, kecenderungannya, kecocokannya ya, Mbak.
SukaDisukai oleh 1 orang
Betul pak. Bagaimanapun pasti akan mencari yg sefrekuensi 😁
SukaSuka