
Kemarin, ada sebuah pembahasan yang sangat menarik pada sesi Manajemen Qolbu pagi di radio MQfm Bandung mengenai nasehat dari hati yang disampaikan oleh Ibu Khairati. Rasanya perkara ini sederhana, namun seringkali menjadi hal yang ‘terlupa’ oleh seseorang (aku sendiri lebih tepatnya!) saat menyampaikan sebuah nasehat.
Ketika memberikan nasehat, hal pertama yang harus diperhatikan dan ditanamkan dalam hati adalah keikhlasan dengan hanya mengharapkan ridho dari Allah, karena nasehat yang keluar dari hati akan sampai ke dalam hati. Namun pada kenyataannya, dalam hati seringkali muncul rasa ingin menasehati yang sifatnya justru menggurui. Sehingga ketika menyampaikan nasehat, kita merasa seolah-olah ‘mampu’ mengubah seseorang (inilah bagaimana lemahnya kita), padahal sejatinya yang dapat mengubah hati manusia hanyalah Allah.
Ada kelemahan lain ketika menyampaikan sebuah nasehat, yaitu munculnya rasa bahwa diri lebih baik, lebih tau, dan lebih paham dari orang lain, yang tak jarang berujung pada kecenderungan meremehkan. Hal itu dapat menyebabkan fokus kita berada pada kekurangan dan kesalahan yang dimiliki orang lain, padahal kita sendiri juga merupakan gudangnya dosa. Namun, meski belum seutuhnya menjadi pribadi yang baik, bukan berarti kita tidak boleh ‘mengajak’ orang lain untuk berubah. Justru dengan mengajak akan membuat diri memiliki tanggung jawab untuk berbenah.
Ketika ada seseorang yang datang dan meminta nasehat, maka wajib hukumnya untuk memberikan. Namun perlu diperhatikan caranya. Jangan sampai melukai atau bahkan mempermalukan seseorang di depan umum. Dengan kata lain, sebaiknya nasehat itu disampaikan secara rahasia. Seorang ulama Al Hafidz Ibnu Hajar Rahimahullah menyampaikan bahwa menasehati secara rahasia merupakan hakikat nasehat yang sebenarnya. Jangan pernah memaksakan kehendak dalam menasehati karena hal itu dapat membuat seseorang merasa tertekan, yang jatuhnya menjadi sebuah perkara dzalim.
Lalu, bagaimana jika seseorang tak kunjung berubah? Pertama, mari periksa kembali bagaimana cara kita dalam menyampaikan nasehat, baik dari niat; kepercayaan bahwa hanya Allah yang mampu mengubah; baik atau tidaknya bahasa yang digunakan; adakah kesombongan dalam hati; hingga tepatkah tempat penyampaiannya. Jika nasehat belum juga sampai di hatinya, maka hal terbaik yang dapat dilakukan selanjutnya adalah dengan terus menerus mendoakan.
Sebenarnya, ketika menyampaikan nasehat kepada seseorang, bukan berarti kita sudah menjadi orang yang lebih baik, namun sejatinya kita juga sedang berjuang untuk memperbaiki diri. Bukankah orang-orang yang beriman saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran? (103: 3)
Berubah atau tidaknya seseorang, bukanlah kuasa kita, namun kehendak Allah sepenuhnya.
seorang ulama al-hafidz itu, pematerinya memang gk sebutin namanya kah?
nice reminder teh…
SukaSuka
Eh, disebutin kang. Kalau kata umminya kemaren teh Ibnu Hajar (Al Asqalani mungkin). Rupanya belum ditulis..
SukaDisukai oleh 1 orang
Ternyata memberi nasihat ada aturannya😊. Kalau ga diikuti tata caranya bisa ga mempan nasihat kita…….hehehe. thanks atas artikelnya.
SukaSuka
Hehe iyaa bang, memberikan nasehat pun ada adabnya…
Terima kasih kembali 😁
SukaSuka