
Bagi dirinya yang tak mudah jatuh cinta, sekalinya terjatuh mungkin terasa cukup sulit untuk bangkit lagi, karena begitu indahnya perasaan yang tumbuh di dalam hati —seindah bunga-bunga yang terlalu sayang untuk dibiarkan mati. Tetapi, akankah bunga-bunga itu juga merekah di taman yang ia dambakan, atau hanya bermekaran di halamannya seorang?
Bagi dirinya yang tak mudah jatuh cinta, menyaksikan kuncup kecil yang mulai merekah layaknya menyambut kehidupan baru dengan penuh harapan. Meskipun hanya setangkai yang berkembang, kehadirannya tetap saja tampak begitu menawan. Namun, bila sekuntum bunga masih mampu bertahan hidup dalam kesunyian, perasaan tidaklah demikian. Rasanya cukup rentan saat membiarkannya tumbuh tanpa kawan, sebab semakin berkembang, semakin sulit untuk dirawat —apalagi jika harus merawatnya sendirian.
Bagi dirinya yang tak mudah jatuh cinta, gelagat kelopak-kelopak yang siap berkembang bahkan tampak semakin indah dari sudut pandangnya yang dipenuhi spektrum merah muda. Kesan yang ditangkap oleh matanya mejelma getar-getar kerisauan di kala meredam rasa. Meski terbias kebimbangan, namun ternyata meramu sebuah kisah yang jelita –yang nyaris membuat debarnya kian merona. Jika memang seindah itu warna yang terbias dari indranya, lantas, akankah sudut pandang orang lain pun menampakkan hal serupa?
Bagi dirinya yang tak mudah jatuh cinta, rasanya tak adil membiarkan bunga-bunga yang didambakannya layu sebelum benar-benar mekar sempurna, rasanya tak rela membiarkan angin kencang membuatnya terlepas dari tangkai hingga membawanya terbang jauh dalam hembusan arah ketidakpastian, sementara telah dihabiskannya waktu cukup panjang untuk menunggu tunas-tunas itu tumbuh di halaman rumahnya yang semula begitu gersang.
Bagi dirinya yang tak mudah jatuh cinta,
lantas apa yang seharusnya dilakukan sebelum bunga-bunga itu mulai bermekaran?
Photo by Irina Iriser on Pexels.com